CSR DAN NILAI PERUSAHAAN
06.26 | Author: King Adoll

Dewasa ini, isu CSR mengalami perkembangan yang cukup pesat. Salah satu pendorongnya adalah perubahan paradigma dunia usaha untuk tidak semata-mata mencari keuntungan, tetapi harus pula bersikap etis dan berperan dalam penciptaan investasi sosial. Menurut Saidi dan Abidin terdapat tiga motif perusahaan melakukan CSR yaiu: (1) Corporate Charity (motif keagamaan), (2) Corporate philanthropy (etika dan moral universal ), dan (3) Corporate citizenship (kewargaan).
Tanggung Jawab Sosial Korporasi (Corporate Social Responsibility) telah menjadi pemikiran para pembuat kebijakan sejak lama. Bahkan dalam Kode Hammurabi (1700-an SM) yang berisi 282 hukum telah memuat sanksi bagi para pengusaha yang lalai dalam menjaga kenyamanan warga atau menyebabkan kematian bagi pelanggannya. Dalam Kode Hammurabi disebutkan bahwa hukuman mati diberikan kepada orang-orang yang menyalahgunakan ijin penjualan minuman, pelayanan yang buruk dan melakukan pembangunan gedung di bawah standar sehingga menyebabkan kematian orang lain. Perhatian para pembuat kebijakan terhadap CSR menunjukkan telah adanya kesadaran bahwa terdapat potensi timbulnya dampak buruk dari kegiatan usaha. Dampak buruk tersebut tentunya harus direduksi sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan kemaslahatan masyarakat sekaligus tetap ramah terhadap iklim usaha.
Dalam dunia bisnis modern, CSR merupakan kredo baru bagi korporasi yang digunakan untuk membuktikan bahwa kehadirannya tidak hanya menghadirkan barang (goods) saja namun juga menghadirkan kebajikan (good). Saat ini kita melihat banyak korporasi menjadikan CSR sebagai bagian dari bisnis dengan mengembangkan program terencana yang dikemas secara menarik seperti pengembangan komunitas, hidup sehat, pendidikan, dan lain-lainnya. Korporasi tampaknya mulai tersadarkan bahwa kehadiran mereka akan selalu menjadi bagian integral dari masyarakat sosial setempat sehingga seringkali korporasi dituntut untuk tidak hanya bertanggung jawab menghasilkan profit namun juga bertanggung jawab untuk menghadirkan manfaat bagi masyarakat di sekitarnya.
Kredo ini telah mengundang perdebatan, terutama perdebatan pada level konseptual. Perdebatan konseptual pada umumnya berkisar kepada apakah tanggung jawab korporasi juga mencakup kepada pencapaian tujuan sosial? Bagi kelompok kritis terhadap CSR seperti Friedman mengatakan bahwa korporasi hanya memiliki satu tujuan utama, yaitu mencapai profit semaksimal mungkin dalam rangka memenuhi kepentingan pemegang saham. Korporasi merupakan “properti pemegang saham” dengan demikian para manajer profesional dituntut untuk selalu memperhatikan kepentingan terbaik bagi pemilik bisnis yang notabene adalah pemegang saham. Karenanya, CSR tidak menjadi prioritas utama dari korporasi dan hal itu bukan pekerjaan utama mereka karena para manajer profesional dituntut untuk dapat mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan di hadapan para pemegang saham sehingga mereka harus memastikan bahwa setiap uang yang dikeluarkan dapat menghasilkan return yang lebih tinggi. Korporasi yang terlalu berambisi mengejar tujuan sosial dinilai akan tidak menarik bagi pemegang saham karena dikhawatirkan akan menurunkan nilai ekonomis dari korporasi itu sendiri. Seorang pakar manajemen terkemuka Peter Drucker bahkan mengatakan “jika anda menemukan seorang manajer yang hanya mengejar tujuan sosial, maka pecat dia!!”.
Sementara bagi kelompok pendukung CSR, korporasi dipandang bukan merupakan entitas ekonomi saja melainkan juga entitas sosial, kelompok ini memandang bahwa korporasi selayaknya individu yang selain memiliki kewajiban ekonomi juga memiliki kewajiban sosial karena kehadiran mereka yang integral terhadap masyarakat setempat. Program CSR dianggap justru melindungi kepentingan korporasi itu sendiri, dengan kemudahan masyarakat dalam menerima kehadiran korporasi maka operasional keseharian korporasi dapat dijalankan tanpa gangguan.
Dengan adanya tanggung jawab sosial sebenarnya perusahaan diuntungkan karena dapat menciptakan lingkungan sosial yang baik serta dapat menumbuhkan citra positif perusahaan, tentu hal ini dapat meningkatkan iklim bisnis bagi perusahaan. Penelitian tentang tanggung jawab social diungkapkan oleh Martanti (2007) berdasarkan hasil survey dari “The Millenium Poll on corporate social responsibility” (1999) yang dilakukan oleh Environics International (Toronto), Conference Board (New York) dan Prince of Wales Business Leader Forym (London) diantara 25.000 responden di 23 negara menunjukkan bahwa dalam membentuk opini perusahaan, 60% mengatakan bahwa etika bisnis, praktek terhadap karyawan, dampak terhadap lingkungan, tanggungjawab sosial perusahaan akan paling berperan. Sedangkan bagi 40% citra perusahaan dan brand image yang akan paling mempengaruhi kesan mereka. Hanya 1/3 yang mendasari opininya atas faktor-faktor bisnis fundamental seperti faktor finansial, ukuran perusahaan, strategi perusahaan, atau manajemen. Lebih lanjut, sikap konsumen terhadap perusahaan yang dinilai tidak melakukan tanggung jawab sosial adalah ingin “menghukum” (40%) dan 50% tidak akan membeli produk dari perusahaan yang bersangkutan dan/atau bicara kepada orang lain tentang kekurangan perusahaan tersebut.
Menurut Wibisono, benefit dan drivers dari kegiatan CSR bagi perusahaan adalah sebagai berikut:
1. Mempertahankan dan mendongkrak reputasi dan brand image perusahaan.
2. Mendapatkan Social Licence to operate.
3. Mereduksi risiko bisnis perusahaan.
4. Melebarkan akses sumber daya.
5. Membentangkan akses menuju market.
6. Mereduksi biaya.
7. Memperbaiki hubungan dengan stakeholders dan regulator.
8. Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan.
9. Peluang mendapatkan penghargaan.
Menurut Briggs dan Stratton dalam Madura (2001:89) bahwa,
“Kami percaya bahwa menciptakan nilai jangka panjang bagi para pemegang saham, kami juga wajib menciptakan nilai hubungan kami dengan pelanggan, karyawan, pemasok, dan kepada komunitas tempat kami beroperasi”
Perusahaan sebagai entitas ekonomi, bertujuan untuk mencetak laba yang optimal guna meningkatkan kekayaan para pemilik saham. Namun itu saja belum cukup, menurut Darwin keberlanjutan bisnis perusahaan (sustainable business) tidak terjamin bila hanya mengandalkan laba yang tinggi semata, tetapi perusahaan juga harus memiliki komitmen yang tinggi dalam menjalankan program CSR.
Penelitian tentang tanggung jawab sosial juga dilakukan oleh Delik dan Kristoffer (2007). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui motivasi perusahaan melakukan tanggung jawab sosial dan efek dari kegiatan tanggung jawab sosial tersebut terhadap kinerja perusahaan dengan responden 200 perushaan dari berbagai jenis industri. Hasil dari penelitian menyebutkan bahwa motivasi utama perusahaan melakukan tanggung jawab sosial adalah sebagai cara perusahaan bertanggung jawab dalam pembangunan berkelanjutan. Hal ini terlihat dari nilai 5 pada indikator tersebut. Hasil yang lain adalah kegiatan tanggung jawab social yang dilakukan oleh perusahaan dapat meningkatkan hubungan kerjasama yang baik dengan stakeholders yang nantinya dapat meningkatkan image perusahaan. Selain itu penelitian ini juga menyebutkan bahwa tanggung jawab sosial akan memberikan pengaruh ekonomis kepada perusahaan bukan hanya jangka panjang tetapi juga jangka pendek Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa jika perusahaan ingin meningkatkan nilai perusahaannya, perusahaan harus memaksimalkan pelaksanaan bentuk-bentuk tanggung jawab sosialnya. Memang efek dari peningkatan nilai perusahaan ini sifatnya jangka panjang bukan jangka pendek.
Penelitian mengenai tanggung jawab social juga dilakukan oleh Yosefa dan Wondabio (2008). Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh dari pengungkapan informasi tanggung jawab sosial dalam laporan tahunan perusahan terhadap respon pasar terhadap laba perusahaan (earning response coefficient, ERC). Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 108 laporan tahunan perusahaan tahun 2005. Pengujian empiris atas sampel tersebut menunjukkan bahwa tingkat pengungkapan informasi tanggung jawab social berpengaruh negatif terhadap besarnya ERC.

Selengkapnya...

Gayus Bernyanyi